"Menuju halal", dua kata favorit akhir-akhir ini. Mungkin juga menjadi harapan beberapa pasangan untuk segera menyempurnakan hubungan mereka dengan ikatan pernikahan. Postingan di blog ini pun beberapa hari terputus sebab angan menuju halal ini terjadi pada saya. Di sela-sela membaca sebuah buku yang ingin saya katamkan, seorang pria di seberang sana kerap menelepon. Membuat saya berpikir keras. Siapa dia? Nanti sajalah saya ceritakan. Saya hanya ingin bercerita sesuatu yang sedikit lebih santai.
Seperti biasanya, setelah dua pekan di Rabu sore, saya kembali ke Samarinda. Hari Kamis saya libur kerja. Tepat tanggal 1 Agustus, jadwal saya pulang. Dari kost, saya memesan Go-Jek untuk mengantarkan saya menuju terminal. Seorang bapak dengan pakaian casual menunggangi motor Vixion datang menjemput. Menuju terminal Batu Ampar Balikpapan, di atas motor merahnya, bapak driver ojek online (ojol) ini sedikit banyak mengajak saya ngobrol.
"Kuliah mbak?" tanyanya.
"Gak, pak. Saya kerja"
"Oh, kerja di mana?"
"Di Tribun, pak"
"Ini mau pergi kemana?"
"Pulang ke Samarinda, pak. Jadi rumah saya di Samarinda. Di sini ngekost"
"Wah, bolak-balik. Ini lagi libur?"
"Iya, pak. Lagi off"
Sudah keluar dari gang kost saya, bapak driver ojol membawa motornya agak laju. Tapi saya dengar sayup-sayup dia masih sambil bertanya, entah bercerita. Saya hanya menjawab "iya-iya" saja.
Sampai di tujuan, saya keluarkan uang Rp 50 ribu. Si bapak tersenyum.
"Gak ada kembaliannya, mbak," katanya.
Lalu kernet bus tujuan Samarinda membantu saya mencari uang pecahan. Mas-mas kernet menukarkan uang saya itu di sebuah warung, kemudian kembali memberikan pada saya.
Saya lantas membayar jasa Go-Jek ke bapak driver.
"Ini pak"
"Iya. Makasih," lalu si bapak melanjutkan dengan kalimat yang mengejutkan.
"Anaknya dibawa aja ke sini, mbak. Jadi gak bolak-balik"
"Hah?" saya keheranan. "Saya belum berkeluarga, pak"
"Oh, iya? Duh, maaf, maaf, mbak"
"Iya, gak papa, pak"
"Apalagi yang ditunggu, mbak. Sudah kerja juga"
"Nunggu dilamar lah, pak," jawabku spontan dan membuat si bapak driver ojol dan kernet bus tertawa.
Saya permisi pada bapak driver ojol untuk segera naik ke bus.
"Mari ya, pak. Terima kasih"
"Iya, sama-sama, mbak. Semoga cepat dilamar," katanya sambil tertawa. Saya pun jadi cengar-cengir mendengar doa si bapak.
Setelah mendapatkan kursi di bus, saya buka kembali handphone saya untuk memberi ranking bapak driver ojol tadi. Tidak seperti biasanya, saya menambahkan ucapan sebelum mengklik tombol submit.
"Terima kasih doanya, pak. Salam untuk keluarga di rumah," dengan menyertakan lima bintang untuk si bapak.
Takdir memang tidak ada yang pasti. Entah apakah bagian cerita ini adalah berkat doa bapak driver ojol, tapi setelah di Samarinda "menuju halal" yang diidam-idamkan banyak pasangan itu terjadi.
Tanggal 5 dan 6 Agustus kemarin saya sampai-sampai harus cuti kerja. Cuti ini sangat mendadak, karena tidak ada rencana apapun dengan pria yang memberi harapan "menuju halal" ini. Memang langkahnya belum 50%, tapi setidaknya pihak pria di sana sudah sangat serius dan yakin. Bapak si pria datang sendiri ke rumah menyampaikan niat baik sang anak, itu juga atas perintah nenek si pria. Duh, terharu. Doakan saja berjalan dengan baik. Seperti doa bapak driver ojol, "semoga cepat dilamar".
***
Seperti biasanya, setelah dua pekan di Rabu sore, saya kembali ke Samarinda. Hari Kamis saya libur kerja. Tepat tanggal 1 Agustus, jadwal saya pulang. Dari kost, saya memesan Go-Jek untuk mengantarkan saya menuju terminal. Seorang bapak dengan pakaian casual menunggangi motor Vixion datang menjemput. Menuju terminal Batu Ampar Balikpapan, di atas motor merahnya, bapak driver ojek online (ojol) ini sedikit banyak mengajak saya ngobrol.
"Kuliah mbak?" tanyanya.
"Gak, pak. Saya kerja"
"Oh, kerja di mana?"
"Di Tribun, pak"
"Ini mau pergi kemana?"
"Pulang ke Samarinda, pak. Jadi rumah saya di Samarinda. Di sini ngekost"
"Wah, bolak-balik. Ini lagi libur?"
"Iya, pak. Lagi off"
Sudah keluar dari gang kost saya, bapak driver ojol membawa motornya agak laju. Tapi saya dengar sayup-sayup dia masih sambil bertanya, entah bercerita. Saya hanya menjawab "iya-iya" saja.
Sampai di tujuan, saya keluarkan uang Rp 50 ribu. Si bapak tersenyum.
"Gak ada kembaliannya, mbak," katanya.
Lalu kernet bus tujuan Samarinda membantu saya mencari uang pecahan. Mas-mas kernet menukarkan uang saya itu di sebuah warung, kemudian kembali memberikan pada saya.
Saya lantas membayar jasa Go-Jek ke bapak driver.
"Ini pak"
"Iya. Makasih," lalu si bapak melanjutkan dengan kalimat yang mengejutkan.
"Anaknya dibawa aja ke sini, mbak. Jadi gak bolak-balik"
"Hah?" saya keheranan. "Saya belum berkeluarga, pak"
"Oh, iya? Duh, maaf, maaf, mbak"
"Iya, gak papa, pak"
"Apalagi yang ditunggu, mbak. Sudah kerja juga"
"Nunggu dilamar lah, pak," jawabku spontan dan membuat si bapak driver ojol dan kernet bus tertawa.
Saya permisi pada bapak driver ojol untuk segera naik ke bus.
"Mari ya, pak. Terima kasih"
"Iya, sama-sama, mbak. Semoga cepat dilamar," katanya sambil tertawa. Saya pun jadi cengar-cengir mendengar doa si bapak.
Setelah mendapatkan kursi di bus, saya buka kembali handphone saya untuk memberi ranking bapak driver ojol tadi. Tidak seperti biasanya, saya menambahkan ucapan sebelum mengklik tombol submit.
"Terima kasih doanya, pak. Salam untuk keluarga di rumah," dengan menyertakan lima bintang untuk si bapak.
***
Takdir memang tidak ada yang pasti. Entah apakah bagian cerita ini adalah berkat doa bapak driver ojol, tapi setelah di Samarinda "menuju halal" yang diidam-idamkan banyak pasangan itu terjadi.
Tanggal 5 dan 6 Agustus kemarin saya sampai-sampai harus cuti kerja. Cuti ini sangat mendadak, karena tidak ada rencana apapun dengan pria yang memberi harapan "menuju halal" ini. Memang langkahnya belum 50%, tapi setidaknya pihak pria di sana sudah sangat serius dan yakin. Bapak si pria datang sendiri ke rumah menyampaikan niat baik sang anak, itu juga atas perintah nenek si pria. Duh, terharu. Doakan saja berjalan dengan baik. Seperti doa bapak driver ojol, "semoga cepat dilamar".
Komentar
Posting Komentar