Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Fix! Kita Beda Aliran

Semakin boomingnya grup idol mengingatkan saya dengan Kak Riko. Ada satu kisah yang mungkin terkesan kekanak-kanakan, karena saya dan Kak Riko berbeda pandangan terhadap aliran musik. Kalau mengingat hal ini, saya sering kali tertawa. Ya, tapi memang rasanya sulit menerima. *** Tahun 2012 Kak Riko demam-demamnya dengan kelompok musik yang disebut grup idol. Seperti JKT48 begitu. Boyband dan girlband Korea juga. Saat itu yang sedang hangat diperbincangkan adalah SNSD, Super Junior, AKB48, JKT48 dan lain-lain. Ini saya juga tidak banyak tahu, karena bukan penikmatnya, ya. Kak Riko penikmat musik-musik ini. Karena saya tidak suka, saya juga jadi ilfeel sama Kak Riko. Padahal tidak salah juga sih, namanya juga punya kegemaran sendiri. Tapi saya merasa, Kak Riko terlalu fanatik saat itu. Rasanya aneh saja, ada laki-laki yang sebegitunya dengan grup-grup idol seperti ini. Meskipun saat ini para fanboy itu sudah menyebar tanpa menutupi diri lagi. Oke, saya terlihat seperti seseorang ya

Jawaban "Kenapa Sering Mimisan?"

Selain H-1 sindrom, saya punya penyakit aneh lainnya. Tapi kalau dikatakan penyakit sepertinya terlalu menderita. Ini hanya semacam gangguan. Saya sudah mengalaminya sejak kelas 4 SD. Saya sering kali mimisan ketika udara begitu dingin atau sangat-sangat panas. Mimisan ini juga bisa terjadi ketika saya sangat kelelahan. Anehnya, saya hanya mimisan di lubang hidung kanan. *** Sewaktu SD, saat gangguan itu baru-baru saja terjadi, tidak ada yang khawatir dengan mimisan yang saya alami ini. Mengobatinya sederhana. Cukup dengan kapas yang dicelupkan dengan air es, lalu sumpal ke hidung. Biarkan saja darahnya berhenti dengan sendirinya. Namun, sampai saya kelas 5 SD mimisan itu masih saja terjadi. Mama menyimpulkan, saya tidak bisa terlalu capek. "Kakak kecapekan ini. Mimisan lagi kan. Jangan main panas-panasan," kata mama. Tapi namanya juga bocah-bocah SD. Saya juga main sepak bola di sekolah. Pulang sekolah pun jalan kaki. Capek? Ah, tidak juga. Lama-kelamaan karena

Teleskop untuk Masa Depan

Tanggal 27 Juli 2018 sebuah fenomena langka terjadi. Fenomena planet Mars berada pada jarak terdekat dengan Bumi. Seperempat lebih dekat jika mengutip informasi yang beredar di portal-portal berita online. Menariknya lagi, fenomena langka ini mengiringi fenomena langka lainnya. Purnama sedang sempurna-sempurnanya, 28 Juli waktu dini hari, terjadi pula gerhana bulan total atau super blood moon . Saya selalu merasa takjub dengan fenomena langit, meski tidak melulu menyaksikan. *** Oposisi Mars mendekati Bumi bukan yang pertama kalinya. Fenomena ini sering terjadi beberapa tahun sekali. Pertama kali saya mendengar Mars dekat dengan bumi dan bisa disaksikan dengan mata telanjang pada saat saya masih SD. Tahun 2003 kalau tidak salah, karena saat itu saya masih tinggal di Simpang Tiga, dan baru pindah ke Pasir Putih tahun 2005. Saya juga sudah mencari berita-berita tentang fenomena ini di tahun-tahun sebelumnya. Sempat terjadi di tahun 2016, 2007, dan 2003. Tahun 2003 sepertinya lebih m

Doa Driver Go-Jek, Menuju Halal

"Menuju halal", dua kata favorit akhir-akhir ini. Mungkin juga menjadi harapan beberapa pasangan untuk segera menyempurnakan hubungan mereka dengan ikatan pernikahan. Postingan di blog ini pun beberapa hari terputus sebab angan menuju halal ini terjadi pada saya. Di sela-sela membaca sebuah buku yang ingin saya katamkan, seorang pria di seberang sana kerap menelepon. Membuat saya berpikir keras. Siapa dia? Nanti sajalah saya ceritakan. Saya hanya ingin bercerita sesuatu yang sedikit lebih santai. *** Seperti biasanya, setelah dua pekan di Rabu sore, saya kembali ke Samarinda. Hari Kamis saya libur kerja. Tepat tanggal 1 Agustus, jadwal saya pulang. Dari kost, saya memesan Go-Jek untuk mengantarkan saya menuju terminal. Seorang bapak dengan pakaian casual menunggangi motor Vixion datang menjemput. Menuju terminal Batu Ampar Balikpapan, di atas motor merahnya, bapak driver ojek online (ojol) ini sedikit banyak mengajak saya ngobrol. "Kuliah mbak?" tanyanya.

H-1 Sindrom

Punya sindrom tidak? Saya tidak tahu apakah pengalaman saya ini bisa dikategorikan sebagai sindrom atau bukan. Phobia juga bukan, karena bukan hal yang ditakuti. Tapi sebelum lebih jauh, kita ketahui dulu pengertian sindrom. Menurut wikipedia.org, dalam ilmu kedokteran, sindrom adalah kumpulan dari beberapa ciri-ciri klinis, tanda-tanda, simtoma, fenomena, atau karakter yang sering muncul bersamaan. Kumpulan ini dapat meyakinkan dokter dalam menegakkan diagnosis. Istilah sindrom dapat digunakan hanya untuk menggambarkan berbagai karakter dan gejala, bukan diagnosa. Namun kadang-kadang, beberapa sindrom dijadikan nama penyakit contohnya, down sindrom. Tapi saya tidak mengalami down sindrom, bukan, bukan. Saya kerap kali mengalami muntah mendadak ketika keesokan harinya ada momen tertentu yang membebani pikiran saya. Tidak ada tanda-tanda yang terjadi pada tubuh saya ketika akan mengalami hal ini. Namun, setelah muntah yang tiba-tiba itu, dokter selalu mendiagnosa saya mengalami "

Diracuni Drama Korea

Saya salah satu orang yang telat demam drama Korea (drakor). Selain karena malas duluan melihat drakor berepisode-episode, saya juga tidak punya banyak waktu untuk menyaksikan. Waktu itu sudah masa kuliah, tahun 2012. Jayanti sudah lebih dulu mengikuti perkembangan perdrakoran. Beda dengan saya yang tontonannya masih Doraemon. *** Pertengahan tahun 2013, orangtua saya pindah ke Samarinda. Saya tidak lagi ngekost bareng Jayanti. Saya mengontrak rumah dengan orangtua saya, sampai pada 2015 sudah menempati rumah sendiri di Suryanata, Samarinda. April 2016 saya pendadaran. Kuliah saya selesai. Tidak banyak kegiatan yang saya lakukan sembari menunggu jadwal wisuda. Tahun itu, para pecinta drakor disihir dengan drama berjudul Descendants of The Sun (DOTS). Media sosial pun dihebohkan dengan meme-meme dari drama DOTS itu. Yang tadinya tidak menyukai drakor pun tiba-tiba tertarik menyaksikan, karena terhipnotis dengan ketampanan Song Joong Ki, bintang utama drama tersebut. Song Joong K

Hujan Belatung

Atap rumah bocor lalu air menetes saat hujan deras pasti sudah biasa. Tapi bagaimana jika yang menetes dari atap ke lantai adalah belatung? Peristiwa ini pernah saya alami saat masih menjadi anak kost di Samarinda. Saya ngekost bersama Jayanti, karena sama-sama dari Tarakan. Kami juga sudah bersahabat sejak lama. Dari SMP. Iya, geng CS2G. Hehehe Saya dan Jayanti teman sekamar. Kami ngekost di daerah Pramuka, dekat dengan kampus. Kost itu di bilangan Pramuka 17. Kost dua lantai yang punya banyak kenangan. Kami tinggal di kamar khusus untuk dua orang. Kamar itu baru dibangun dan beda dari yang lain. Awalnya ruangan yang akhirnya menjadi kamar itu adalah sebuah dapur. Karena menurut pemilik kost, dapurnya terlalu luas dan tidak banyak yang menggunakan. Alhasil, disulaplah ruangan itu menjadi sebuah kamar dengan dinding yang telah dihiasi keramik-keramik berwana biru. Jika ada yang pernah berkunjung kamar kost kami, pasti mengatakan seperti kamar mandi. *** Malam itu hujan turun. Ka

Menjawab yang Penasaran

Assalamu’alaikum Wr. Wb.. Selamat malam Terima kasih bagi siapa-siapa saja yang telah mengunjungi blog ini. Maaf karena belum bisa mengembangkan cerita. Tapi syukur saya ucapkan, Alhamdulillah. Dua pekan berupaya konsisten mem-posting tulisan membuat saya cukup puas dengan pengunjungnya. Tidak ada target pengunjung sama sekali ketika saya mulai mengetikan prolog di blog ini. Hanya beberapa teman yang meminta untuk melanjutkan menulis dengan gaya saya sendiri. Ternyata konsisten itu sulit. Di tengah-tengah kesibukan bekerja, setiap hari saya memikirkan tema apa yang akan saya ceritakan. Hingga pada akhirnya, saya menuliskan jadwal untuk tema-tema yang akan saya angkat selama dua pekan ke depan. Sejak dua hari yang lalu, statistik pengunjung di blog saya berubah. Cukup tinggi. Terhitung hingga hari ini sudah ada dua ribu lebih viewers yang tercatat. Sebenarnya bukan apa-apa, tapi seperti yang saya katakan di awal, saya tidak punya target. Mendapati pembaca dalam sehari 2

Mensyukuri Penderitaan

Apa yang bisa membuatmu memaknai hidup? Uang? Pasangan? Pasangan yang punya uang? Bukan! Ada yang lebih berharga untuk dihargai lebih dari materi. Penderitaan. Ketika kita menginjakkan kaki di bumi, sudah ada janji yang telah disepakati dengan Sang Pencipta. Jika kesepakatan itu kita tolak, tidak akan kita terlahir di dunia ini. Itulah yang dinamakan takdir. Tapi takdir tidak serta merta melaksanakan tugasnya jika kita tidak memilih jalan mana yang ingin dilalui. Setelah memilih, takdir akan mengikuti. Saya memilih untuk bekerja di Balikpapan. Jauh dari rumah, jauh dari keluarga. Saya kurang yakin, apakah jarak antara Samarinda dan Balikpapan masih bisa disebut merantau. Tapi di sini, saya hidup lebih mandiri. Saya ngekost, berhemat, menangani masalah keuangan sendiri. Takdirnya, hidup di Balikpapan itu berat. Makanan serba mahal. Sesekali saya bisa makan enak dari satu rumah makan ke rumah makan yang lain. Nongkrong dari satu kafe ke kafe yang lain. Tapi tidak melulu seperti itu.

Mia Khalifa Ngasih Love

Bekerja di industri media sebenarnya tidak banyak menjanjikan kehidupan saya bisa lebih baik secara materi. Media cetak tumbang, media online masih merangkak. Namun, itulah risiko yang harus dijalani. Kalau memang tahu tidak bisa kaya, kenapa tetap bertahan? Padahal manusia selalu diberi pilihan, " just take it, or leave it ". Ketika saya memilih untuk tetap berada di industri ini, keyakinannya adalah tidak ada yang sia-sia jika kita terus belajar dan berjuang memperbaiki keadaan. Bersama tim tentunya. Keinginan menjadi seorang wartawan di karier profesional sudah saya raih di awal tahun 2017. Enam bulan bekerja, jabatan reporter saya dirotasi. Saya ditarik menjadi Social Media Specialist (selanjutnya disebut tim socmed) bersama Tim Online. Tim socmed terdiri dari tiga orang. Dua orang sudah lebih senior, sedangkan saya anak bawang. Di Tim Online sendiri ada empat divisi lain selain socmed yakni, editor online (uploader), reporter online (secara khusus melakukan live stre

Hujan! Dihujani Kenangan

Sejak kemarin di Balikpapan hujan lagi. Nah, sebelum kehilangan momen "Hujan Bulan Juni" yang menjalar ke bulan Juli selesai, saya ingin berbagi cerita tetang Michel. Saya pernah menuliskan ini di buku catatan saya awal Juli kemarin. Seingat saya ada kawan yang sudah pernah membacanya. Tidak masalah ya saya ulangi? *** Balikpapan - Kamis, 5 Juli 2018 Izinkan saya kembali mengenang. Melewati batas antara dulu dan sekarang. Malam ini hujan masih saja betah bernyanyi untuk Balikpapan. Suaranya membuat saya merasa dinina-bobokan. Angin yang masuk dari ventilasi, sela-sela pintu dan jendela menambah dinginnya hari, membuat betah mendekap selimut dan rela tidak makan. Katanya, hujan bulan Juni, tapi sudah bulan Juli hujan tak juga berhenti. Langit mungkin tahu, ada sakit yang masih belum terobati. Sebab hujan, akan saya putar waktu menuju lima tahun yang lalu. November 2013, kala itu juga musim penghujan. Bulan November juga punya julukannya, "November Rain

Marah Bikin Kuat

Pernah mengalami perasaan marah, tapi dipendam? Kemudian perasaan marah itu menjadi energi yang mengalir ke tiap bagian tubuhmu, sesaat kemudian menjadi kuat dan bisa menghempaskan, mematahkan, menghancurkan apa saja yang ada di depanmu. Tanpa latihan fisik, tiba-tiba menjadi bak Hulk yang sedang membasmi penjahat di muka bumi. Saya pernah mengalami peristiwa kecil dengan pacar saya saat masih SMA. Waktu itu tahun 2010. Si pacar ini adalah pacar pertama saya, sekarang sudah tidak bersama lagi. Sudah hidup masing-masing dan mungkin nanti juga akan saya ceritakan bagaimana kami putus. Saya yang memutuskannya dulu. Mungkin saja dia juga membacanya, saya mau berpesan dulu. Kak, cerita tentang kita jangan di embargo, jangan terbawa perasaan juga. Saya hanya bercerita. Semua yang ada di sini, saya samarkan. Fyi saja sih, meskipun sudah putus, saya dan kakak ini tidak pernah saling unfollow . *** Pacar saya saat itu kakak kelas yang keren banget. Dia ketua ekskul website, anak kelas u

Perpisahan Bermartabat

Cerita kali ini, mungkin hal paling gila yang pernah saya lakukan dalam sejarah percintaan sepasang kekasih dewasa masa kini. Putus cinta. Sebagian teman-teman saya akan menghina saya habis-habisan ketika saya ketahuan atau kelewat galau. Seorang kawan terbaik saya mengomentari status saya di WhatsApp (WA), ketika saya baru saja diputusi Bowo lalu memposting lagu-lagu galau di story. "Gak pantes!" katanya. Oke, saya sangat mengerti kalau karakter seperti itu "bukan saya banget". Kalau pun saya melakukan hal-hal seperti orang galau kebanyakan, bisa jadi saya hanya bercanda atau berniat menyindir seseorang, tapi saya lebih suka tidak terlihat menyindir. *** Lagi-lagi saya akan bercerita tentang Bowo. Jadi suatu ketika, saya mengunggah potongan lagu "Pernah Memiliki" yang dibawakan Rossa, d'Masiv, dan David NOAH. Lagu itu menggambarkan seseorang yang rindu dengan mantan kekasihnya, padahal dia sudah punya kekasih. Tapi dia anggap itu wajar, nam

Intuisi si Ahli Nujum

Seseorang yang bisa meramal biasanya disebut paranormal, tapi ada pula yang menyebutnya ahli nujum. Dalam KBBI, nujum diartikan sebagai perbintangan untuk meramalkan (mengetahui) nasib seseorang. Ahli nujum berarti orang yang mahir meramalkan nasib. Tapi kenapa tiba-tiba membicarakan ahli nujum? Cerita ini berawal dari saya yang suka tiba-tiba menyeletukkan pernyataan, kemudian menjadi kenyataan. Atau ketika seseorang lain bercerita, saya sudah tahu orang ini mau membicarakan apa. Saya pun mendapatkan julukan itu di masa perkuliahan. Sebenarnya saya tidak ambil pusing dengan hal seperti ini. Saya rasa hal itu bisa terjadi jika kita bisa memainkan logika dan akal sehat, atau melihat kebiasaan yang terjadi pada diri seseorang. Menjadi "ahli nujum" bermula pada satu perkuliahan. Saat itu di kelas belum ada dosen. Saya duduk di antara teman-teman saya. Saat itu ada Ratna dan Maulida di belakang saya. Ruang kelas yang saat itu terang benderang, sejuk dengan AC yang menyala, ti

Terhipnotis Kylian Mbappe

Euforia Piala Dunia 2018 masih terasa. Saya termasuk yang mengikuti jalannya pertandingan selama pesta akbar sepak bola ini diselenggarakan. Meskipun tim jagoan saya tidak lolos di Piala Dunia yang dihelat di Rusia ini. Saya pengabdi Belanda, tidak tahu juga alasannya. Kenapa ya? Hahaha Berbicara tentang sepak bola, saya kembali terhipnotis dengan sosok pesepak bola asal Perancis. Penyerang timnas Perancis ini masih berusia 19 tahun. Ia lahir di Bondy, 20 Desember 1998. Seusia adik saya. Saya terhipnotis permainannya yang tak kalah matang dari senior-seniornya. Larinya cepat, umpannya akurat, dan dia berhasil mencetak 4 gol untuk Perancis di Piala Dunia tahun ini. 20 tahun yang lalu, saat Perancis pertama kali menjuarai Piala Dunia 1998, bocah ini bahkan belum lahir. Siapa sangka, dia memiliki andil mengantarkan Perancis memperoleh gelar kedua sebagai juara Piala Dunia. Dia adalah Kylian Mbappe Lottin atau Kylian Mbappe atau Mbappe. Sebelum final Piala Dunia 2018, Mbappe su

Sama-sama Nama, Sama-sama Apes!

Di sekolah, kalian pastinya punya kakak kelas, adik kelas, teman atau bahkan guru dengan nama yang sama antara satu dengan yang lain. Misalkan saja nama-nama mainstream seperti Dwi, Nurul, Putri, Fitri, Yuli dan lain-lain. Saya salah satu dari murid yang punya kesamaan nama di sekolah. Saat itu, saya sudah SMA. Biasanya nama sama, belum tentu nasib kita sama. Tapi kali ini, saya dan orang ini sama-sama apes. Saat itu saya kelas 2 SMA, sementara dia kakak kelasku. Dia sudah kelas 3. Tidak hanya dari segi nama, kami punya kesamaan lain di berbagai sisi. Kami sama-sama perempuan, sama-sama jurusan IPS, dan sama-sama mengikuti perlombaan Ekonomi. Dari sinilah kisah itu bermula. Punya nama sama ketika kami melakukan pertemuan dengan guru, dibuatlah perbedaan itu. Saya dikenal dengan Alfi Ramadhany, dan dia sebut saja "Cantik". Cantik sudah lebih dulu mengikuti perlombaan Ekonomi itu, sehingga beberapa kali saya diminta untuk belajar dari dia. Karena saya juga jurnalis seko

Dua Bulan Terlewati (Tamat)

Sehari menjelang puasa, 15 Mei, saya pulang ke Samarinda. Saya sempatkan bisa puasa pertama bersama Arif di rumah. Selain melengkapi kebutuhan dapur, mama saat itu sedang berada di Malaysia, setelah lebaran baru pulang. Mama berlibur bersama nenek, sekaligus menemani usaha kakaknya di sana. Berada di Samarinda, saya berharap bertemu lagi dengan Bowo. Setidaknya berbincang empat mata, berharap Bowo masih bisa mengubah keputusannya. Tanpa gengsi, saya hubungi Bowo lebih dulu. Saya menelepon Bowo, telepon diangkat. "Hallo. Lagi di mana, Kak?" "Biasa," saya tau di mana biasa yang dimaksud. Wartawan satu ini biasanya menghabiskan waktunya di Media Center Korem. "Oh... Bisa ketemu kah?" "Ku sempatkan ya. Nanti ada razia. Masih ada kerjaanku" "Oh, iya deh" "Jaga kesehatan ya" "Iya" "Assalamu'alaikum" "Wa'alaikumsalam" Terputus. Begitu saja perbincangan kami. Meskipun saya ta

Dua Bulan Terlewati (Part II)

Pagi di hari Minggu, setelah malam keputusan Bowo membawaku pada perasaan "sok kuat", padahal rapuh. Saya screenshots percakapan terakhir dengan Bowo, lalu saya kirim ke Andini dan Vivi. Andini lalu menelepon, saya hanya tertawa. "Kok bisa sih. Baru aja tadi malam diomongin Al, Al.. Bisanya," ujarnya tak percaya. "Hahahaha... Entahlah. Mungkin sudah lelah," jawab saya sambil tertawa membayangkan lagi kejadian semalam. Sungguh konyol. Tak bisa lagi diungkapkan bagaimana rasanya. Saya tetap harus bekerja pagi itu. Semakin harus fokus bekerja dengan kabar menghebohkan di pagi hari. Teror bom di Surabaya. Saya pergi ke kantor pukul 8 pagi, jadwal piket saya hari itu sampai pukul 4 sore. Di kantor, saya kira ada lagi wartawan-wartawan lain yang iseng datang. Tapi saya sadar, "oh, iya Minggu. Tidak banyak kepentingan di akhir pekan". Saya duduk menghadap komputer, berusaha tidak dulu mengingat-ingat Bowo. Fokus, harus fokus. Setiap menit saya m

Dua Bulan Terlewati (Part I)

Kulihat hari ini sudah tanggal 12 Juli. Angka yang sama dengan dua bulan lalu, 12 Mei. Hari di mana saya merasa kehilangan satu warna dalam hidup, menjadi cengeng, merasa dibodohi. Kekecewaan tak terkira untuk rasa yang benar-benar sudah saya berikan seutuhnya untuk seseorang yang dengan tega pergi tanpa alasan. Seorang pria yang masih menjadi tanda tanya, berlalu seperti angin. Sekejap terasa buaiannya, lalu menghilang. Bukan buaian, tapi bualan. Mari kita sebut saja pria ini Bowo, tapi bukan Alpenliebe. Bowo yang ini, Bowo KISS (KekasIh Sementara Saja). Apakah mulanya saya yang terlalu gede rasa? Tapi begitulah dia, mula-mula datang membuat terpikat, kini seolah tak pernah mengingat. Beruntunglah dia bahwa saya bukan lagi Alfi yang dulu. Kalau saja saya masih dengan sifat yang dulu, sudah saya pastikan hancur lebur dia. Saya sidang sampai ke akar-akarnya. *** Dua bulan yang lalu, Sabtu (12/5). Saya masih merasa tidak punya masalah dengan Bowo. Sejak pagi masih berka