Assalamualaikum Wr.Wb.
Akhirnya saya buka kembali akun saya yang sudah lama dimakan ngengat ini. Kasihan sekali. Ini berkaitan dengan kerinduan saya dengan dunia tulis menulis. Setelah kepensiunan saya dari Radar Tarakan sebagai Wartawan halaman anak muda, saya harus mati-matian belajar untuk menyambut Ujian Nasional, sebab saat ini saya sudah kelas XII. *Liat Kalender* Ternyata hanya beberapa hari lagi. Untuk mengawali kata demi kata yang akan saya uraikan, ijinkan saya untuk mencurahkan isi hati saya terlebih dahulu. Entah kenapa, beberapa hari ini, saya sangat bosan menonton acara Televisi di pagi hingga sore hari. Ironisnya, pada malam hari saya jadi sering menyaksikan SINETRON. Sungguh, hal ini disebabkan tingkat kejenuhan saya terhadap acara yang banyak menontonkan aksi Demonstrasi yang merujuk ke arah Anarkisme. Nah, itu tu, saya jadi suka naik darah sendiri melihat aksi MAHASISWA yang anarkis alias kurang kerjaan.So, lebih baik saya meringankan pikiran saya ini dengan menonton sinetron yang para lakonnya pria-pria tampan. Disatu sisi ketika melihat aksi demo para siswa dengan maha itu, saya ingin sekali menjewer satu-satu telinga mereka. *dengerin dong, jangan anarkis!* Oke, tapi mungkin Demonstrasi berujung anarkis ini berakhir sebagai tranding topic diberbagai media. Saya mengerti, karena mereka tidak setuju dengan kenaikan harga BBM.
Meskipun saya ini, siswa tanpa maha, saya jadi malu melihat aksi-aksi tidak berbobot seperti itu. Tentu saja, karena saya calon siswa dengan maha. Saya sering bingung dengan kosa kata yang mereka ucapkan ketika menyuarakan aspirasi. Para demonstran yang menggunakan ikat kepada, wajah loreng-loreng sambil membawa bendera ini, seringkali merusak fasilitas-fasilitas yang mereka temukan dijalan bahkan melemparinya dengan batu dan berteriak, "Kami atas nama rakyat. Jangan naikkan harga BMM, kesejahteraan rakyat miskin terancam!". Hai, men. Lo udah rusakin fasilitas. Lo mengancam kesejateraan rakyat kecil. Lihatlah betapa banyak kerugian yang kalian sebabkan. Atau kata-kata itu masih belum bisa dimengerti oleh siswa tanpa maha? *saya ngerti kok :(* Apalagi sampai membawa "atas nama rakyat", saya tidak merasa perlu se-Anarkis itu untuk sejahtera.
Kalau merasa rakyat kecil, kerja keraslah. Jangan malah minta ini itu sama pemerintah kita yang memang kinerjanya sudah di "Cap" lamban ini. Kerja keras untuk membawa ke perubahan yang progress. Siswa dengan maha juga punya kewajiban besar untuk membawa negara ini ke depannya, belajar sungguh-sungguh, buat inovasi bahan bakar alternatif, dan kesejahteraan yang diimpi-impikan itu pun terwujud. Atau kalau mau yang lebih efisien lagi, kalau demo jangan lempar batu, tapi lempar uang. Nah, nanti dikumpulin deh tu kan? Trus disumbangin ke rakyat-rakyat kecil. Atau..atau... bikin gerakan 1triliun koin untuk subsidi. Hahahahaha... Acakadut banget ya ide gue? :D
Ya, setidaknya tidak dengan anarkis lah. Demonstrasi itu kan bentuk ekspresi berpendapat. Unjuk rasa melalui demonstrasi adalah hak warga negara. Tapi dilaksanakan dengan tertib, damai, dan intelek. Anak-anak Indonesia itu cerdas kok. Kita mengerti saat ini, kita hidup di negara dengan sistem Demokratisasi. Siapapun dapat mengapresiasikan pendapatnya.
Oke, saya sudah capek di depan laptop ini. Sebelum saya menutup entri ini, sehingga siap dibaca siapa saja yang mengunjungi, saya mau bilang, "Kesejahteraan itu harus dimulai dari diri kita sendiri. Kalau kita tidak berusaha sekeras apa yang kita sanggup, tidak akan pernah ada kata sehatera dalam kamus hidup kita." Sekian dan terima kasih.
Meskipun saya ini, siswa tanpa maha, saya jadi malu melihat aksi-aksi tidak berbobot seperti itu. Tentu saja, karena saya calon siswa dengan maha. Saya sering bingung dengan kosa kata yang mereka ucapkan ketika menyuarakan aspirasi. Para demonstran yang menggunakan ikat kepada, wajah loreng-loreng sambil membawa bendera ini, seringkali merusak fasilitas-fasilitas yang mereka temukan dijalan bahkan melemparinya dengan batu dan berteriak, "Kami atas nama rakyat. Jangan naikkan harga BMM, kesejahteraan rakyat miskin terancam!". Hai, men. Lo udah rusakin fasilitas. Lo mengancam kesejateraan rakyat kecil. Lihatlah betapa banyak kerugian yang kalian sebabkan. Atau kata-kata itu masih belum bisa dimengerti oleh siswa tanpa maha? *saya ngerti kok :(* Apalagi sampai membawa "atas nama rakyat", saya tidak merasa perlu se-Anarkis itu untuk sejahtera.
Kalau merasa rakyat kecil, kerja keraslah. Jangan malah minta ini itu sama pemerintah kita yang memang kinerjanya sudah di "Cap" lamban ini. Kerja keras untuk membawa ke perubahan yang progress. Siswa dengan maha juga punya kewajiban besar untuk membawa negara ini ke depannya, belajar sungguh-sungguh, buat inovasi bahan bakar alternatif, dan kesejahteraan yang diimpi-impikan itu pun terwujud. Atau kalau mau yang lebih efisien lagi, kalau demo jangan lempar batu, tapi lempar uang. Nah, nanti dikumpulin deh tu kan? Trus disumbangin ke rakyat-rakyat kecil. Atau..atau... bikin gerakan 1triliun koin untuk subsidi. Hahahahaha... Acakadut banget ya ide gue? :D
Ya, setidaknya tidak dengan anarkis lah. Demonstrasi itu kan bentuk ekspresi berpendapat. Unjuk rasa melalui demonstrasi adalah hak warga negara. Tapi dilaksanakan dengan tertib, damai, dan intelek. Anak-anak Indonesia itu cerdas kok. Kita mengerti saat ini, kita hidup di negara dengan sistem Demokratisasi. Siapapun dapat mengapresiasikan pendapatnya.
Oke, saya sudah capek di depan laptop ini. Sebelum saya menutup entri ini, sehingga siap dibaca siapa saja yang mengunjungi, saya mau bilang, "Kesejahteraan itu harus dimulai dari diri kita sendiri. Kalau kita tidak berusaha sekeras apa yang kita sanggup, tidak akan pernah ada kata sehatera dalam kamus hidup kita." Sekian dan terima kasih.
Komentar
Posting Komentar