Langsung ke konten utama

Dua Bulan Terlewati (Part I)

Kulihat hari ini sudah tanggal 12 Juli. Angka yang sama dengan dua bulan lalu, 12 Mei. Hari di mana saya merasa kehilangan satu warna dalam hidup, menjadi cengeng, merasa dibodohi. Kekecewaan tak terkira untuk rasa yang benar-benar sudah saya berikan seutuhnya untuk seseorang yang dengan tega pergi tanpa alasan.

Seorang pria yang masih menjadi tanda tanya, berlalu seperti angin. Sekejap terasa buaiannya, lalu menghilang. Bukan buaian, tapi bualan. Mari kita sebut saja pria ini Bowo, tapi bukan Alpenliebe. Bowo yang ini, Bowo KISS (KekasIh Sementara Saja).

Apakah mulanya saya yang terlalu gede rasa? Tapi begitulah dia, mula-mula datang membuat terpikat, kini seolah tak pernah mengingat. Beruntunglah dia bahwa saya bukan lagi Alfi yang dulu. Kalau saja saya masih dengan sifat yang dulu, sudah saya pastikan hancur lebur dia. Saya sidang sampai ke akar-akarnya.

***

Dua bulan yang lalu, Sabtu (12/5). Saya masih merasa tidak punya masalah dengan Bowo. Sejak pagi masih berkabar dengan baik, meski memang terasa sedikit aneh. Tidak seperti biasanya Bowo lama membalas chat, tidak menelepon atau video call padahal hampir dua pekan kami tidak bertemu. Saya dan Bowo bekerja di kota yang berbeda, dan biasanya hanya bertemu dua pekan sekali saat saya kembali ke Samarinda. Atau saat Bowo mendapat libur kerja di hari Minggu, dia akan datang ke Balikpapan.

Merasakan perubahan sikap Bowo membuat saya berpikir, bahwa itu hanya siklus biasa. Mau hubungan itu sebentar atau lama, pasti ada rasa bosannya juga. Apalagi kalau hubungan itu adalah hubungan jarak jauh.

Sabtu itu kami tidak banyak berkabar, hanya saya yang lebih banyak mencari Bowo. Karena tidak biasanya chat yang sudah terbaca Bowo biarkan berlama-lama tak dibalas. Biasanya pun jika hanya bisa membaca chat, lalu tak sempat membalas, Bowo akan menelepon untuk konfirmasi. Mengabarkan dirinya ada di mana, bertanya saya sedang apa.

Hari itu benar-benar berbeda, Bowo tidak seperhatian biasanya hingga akhirnya saya yang meneleponnya. Tapi tidak juga diangkat, chat hanya dibaca. Video call pun tidak, padahal malam itu "Malam Minggu".

Saya kembali berpikir positif tentang Bowo. Pekan itu, jadwalnya libur hari Minggu. Jadi mungkin saja dia datang ke Balikpapan tanpa memberitahu saya. Dia mau memberi kejutan barang kali.

Tidak mendapat kabar baik dari Bowo, kebetulan Andini, temanku di Malang video call. Kami bercerita cukup lama. Saya juga sempat curhat tentang Bowo yang hari ini berbeda.

"Gak tau nih, Bowo. Kayanya siklus gitu sih. Bosan kali kan?" tanyaku.

"Iya, cowok kan begitu. Awal-awalnya aja perhatian," sahut Andini.

Perbincangan kami random hingga akhirnya saya mencemaskan Bowo. Saya izin untuk mengakhiri obrolan dengan Andini.

"Aku mau coba nelpon dia lagi ya! Rasanya aneh aja dia jadi lain," kataku,

"Iya, telpon lah sudah sana. Siklus aja tu. Semoga baik-baik aja ya, Al," kata Andini.

Mengakhiri obrolan dengan Andini, saya pun mencoba menelpon Bowo kembali. Nihil, tetap tidak diangkat. Saya mencoba nge-chat, rasanya sudah jengkel.

"Kamu tu kenapa sih?"

"Hey"

"Uy"

"Woy"

"Kak"

Lalu Bowo membalasnya dengan dua kata saja, "opo toh?".

"Kamu itu loh kenapa?"

"Aku ingin sendiri," balasnya yang jelas saja membuatku benar-benar tekejut.

Tapi saya berusaha menjawabnya dengan agak santai. Saya pikir, dia hanya butuh ruang sendiri.

"Oh, coba bilang dari tadi kan enak. Diakhiri atau gimana?" tanyaku yang berharap dia menjawab, sendiri dulu, tidak diganggu siapa-siapa.

Sayangnya jawabannya jawaban yang lebih mengejutkan lagi, "Diakhiri".

"Kasih alasan," balasku.

Bowo pun menelepon, kami berbincang dengan santai membahas keputusannya itu. Tapi sulit saya menerimanya.

"Aku serius loh itu"

"Iya, tapi kenapa?"

"Ya, gak ada apa-apa"

"Lah? Terus buat apa diakhiri? Kita ada masalah kah?"

"Sebelum ada masalah, diakhiri aja"

"Hubungan mana yang mau punya masalah? Sudah bosan?"

"Nggak. Ya, gak ada alasannya. Nanti kalau aku beralasan, kamu kira dibuat-buat lagi"

"Ya, tapi kenapa?" saya mulai menangis, tapi saya tertawakan.

"Kamu nangis kah?"

"Hahahaha... Gak tau nih, keluar sendiri. Lebaynya aku," kataku mengolok-olok diriku sendiri yang seketika cengeng.

"Ya, udah kalau gitu kamu yang ngomong?"

"Ngomong apa? Kalau aku, ya nggak mau lah diakhiri"

"Ya, udah. Maafin aku ya, aku nggak bisa jadi laki-laki yang kamu harapkan"

"Kan nggak ada masalah"

"Iya, ini berat juga buat aku. Kamu kira aku gak sedih"

"Kenapa kalau gitu?"

"Nggak ada masalah. Sebelum ada masalah dan jadi dendam, diakhiri aja," katanya mengulangi alasannya yang tak bisa kupahami.

"Ya udah ya. Aku tutup ya. Assalamu'alaikum," tutupnya.

"Wa'alaikumsalam," telepon pun terputus.

Saya menangis sejadi-jadinya. Masih coba saya chat dia dengan kalimat-kalimat ingin berkorban, menghargai, dan sejenisnya yang saya pikir bisa membuatnya berubah pikiran.

Tapi balasannya sungguh diluar dugaan, "terima kasih, tapi aku tidak bisa meneruskan."

"Sukses untuk kariermu," lanjutnya.

Bukan seorang Bowo yang saya kenal jika menuliskan satu titik di akhir kalimatnya. Saya berpikir, bahwa dia benar-benar serius.

Tidak bisa saya berhenti menangis malam itu, yang saya sadari sudah pukul setengah satu dini hari. Hari pun telah berganti menjadi Minggu. Saya menangis hingga tak sadar kalau tertidur. Tiba-tiba saya terbangun, masih pukul 3 dini hari. Saya merasa ling-lung. Ada apa? Kenapa? Lampu kamar pun belum padam. Saat saya melihat handphone, baru saya kembali menyadari apa yang baru saja saya alami beberapa jam lalu.

Saya diputusi Bowo menjelang puasa, menjelang setengah tahun hubungan kami. Memang hubungan yang masih baru, sedang hangat-hangatnya, sudah dipenuhi janji, yang ternyata "omong kosong".

Ingin saya menyusul Bowo sesegera mungkin. Tapi tidak, prioritas saya bekerja. Saya piket pagi, dan harus tetap fokus bekerja. Singkirkan Bowo sejenak. Saya bisa bertemu saat kembali ke Samarinda tiga hari lagi, pikirku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROLOG

Bismillah... Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pertama-tama saya mengucapkan rasa syukur masih mengingat email dan password blog ini, sebab sudah lama sekali meninggalkan dunia blogger. Beberapa platform serupa blogger pun telah banyak bermunculan, seperti tumblr yang terakhir kali eksis meskipun diblokir beberapa bulan lalu. Kedua, sebenarnya saya malu membuka kembali blog ini. Tapi dengan berbagai pertimbangan yang telah disepakati dengan seorang kawan, saya rela membongkar lagi aib di masa lalu. Sedikit saya menceritakan, blog ini telah menemani saya sejak kelas 3 SMP. Saat itu masih tahun 2009. Di usia yang masih belia, memiliki blog seperti ini rasanya sudah tergolong jenius. Dari prosesnya membuat email , dan lihat saja alamat emailku begitu berkarakter, menunjukkan siapa idolaku dulu. Lalu membuat halaman web gratis ini masih di warnet. Copy-paste HTML untuk temanya. Kemudian mempercantik halaman dengan berbagai alat seperti jam, kalender, gliter, dan yang paling

Pikiran Kosong

Sering kali diam. Sering kali tak terlihat ingin belas kasih. Sering kali tenggelam sendiri dalam pikiran-pikiran bijak. "Aku mampu. Aku bisa," kata hati. Hidupku sulit. Hidupku rumit. Semoga kau menerima.

Doa Driver Go-Jek, Menuju Halal

"Menuju halal", dua kata favorit akhir-akhir ini. Mungkin juga menjadi harapan beberapa pasangan untuk segera menyempurnakan hubungan mereka dengan ikatan pernikahan. Postingan di blog ini pun beberapa hari terputus sebab angan menuju halal ini terjadi pada saya. Di sela-sela membaca sebuah buku yang ingin saya katamkan, seorang pria di seberang sana kerap menelepon. Membuat saya berpikir keras. Siapa dia? Nanti sajalah saya ceritakan. Saya hanya ingin bercerita sesuatu yang sedikit lebih santai. *** Seperti biasanya, setelah dua pekan di Rabu sore, saya kembali ke Samarinda. Hari Kamis saya libur kerja. Tepat tanggal 1 Agustus, jadwal saya pulang. Dari kost, saya memesan Go-Jek untuk mengantarkan saya menuju terminal. Seorang bapak dengan pakaian casual menunggangi motor Vixion datang menjemput. Menuju terminal Batu Ampar Balikpapan, di atas motor merahnya, bapak driver ojek online (ojol) ini sedikit banyak mengajak saya ngobrol. "Kuliah mbak?" tanyanya.

Hujan Belatung

Atap rumah bocor lalu air menetes saat hujan deras pasti sudah biasa. Tapi bagaimana jika yang menetes dari atap ke lantai adalah belatung? Peristiwa ini pernah saya alami saat masih menjadi anak kost di Samarinda. Saya ngekost bersama Jayanti, karena sama-sama dari Tarakan. Kami juga sudah bersahabat sejak lama. Dari SMP. Iya, geng CS2G. Hehehe Saya dan Jayanti teman sekamar. Kami ngekost di daerah Pramuka, dekat dengan kampus. Kost itu di bilangan Pramuka 17. Kost dua lantai yang punya banyak kenangan. Kami tinggal di kamar khusus untuk dua orang. Kamar itu baru dibangun dan beda dari yang lain. Awalnya ruangan yang akhirnya menjadi kamar itu adalah sebuah dapur. Karena menurut pemilik kost, dapurnya terlalu luas dan tidak banyak yang menggunakan. Alhasil, disulaplah ruangan itu menjadi sebuah kamar dengan dinding yang telah dihiasi keramik-keramik berwana biru. Jika ada yang pernah berkunjung kamar kost kami, pasti mengatakan seperti kamar mandi. *** Malam itu hujan turun. Ka

Satu Hari Yang Melelahkan

Sabtu, 12 September 2009 adalah hari dimana kegiatan terasa menyenangkan buat Q. Karena pada hari sebelumnya, Jum'at,11 September 2009 pengumuman penyaringan TIM Website diumumkan dan aQ akhirnya bisa lolos juga. Setelah apa yang aQ alami sebelumnya, di tes pertama aQ gagal, tapi kobar semangat Q tak membuatku menyerah ! aQ tetap berusaha dengan menjadi Maganger . (Ciaa,eLLahhh... Kata-katanya tuch bhe !! ^^) Jadi, untuk yang terpilih menjadi TIM Website yang di beri nama " We PiaRCy" (Website Programing Revolution Communuty) akan mengikuti piknik bukan sekedar piknik, tapi juga belajar ke Amal dan dilanjutkan dengan buka bersama di Lab.Komputer SMA N 1 Tarakan . Dengan membayar 20 ribu per orang (tidak membawa kendaraan) dan 15 ribu per orang (bawa kendaraan) sangat puas rasanya. Ditambah lagi berkumpul dengan orang-orang yang menurutQ super asik. Pukul 14.30 kami sudah bersiap di sekolah untuk pergi ke Amal. Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, aQ yang dibo