Atap rumah bocor lalu air menetes saat hujan deras pasti sudah biasa. Tapi bagaimana jika yang menetes dari atap ke lantai adalah belatung? Peristiwa ini pernah saya alami saat masih menjadi anak kost di Samarinda. Saya ngekost bersama Jayanti, karena sama-sama dari Tarakan. Kami juga sudah bersahabat sejak lama. Dari SMP. Iya, geng CS2G. Hehehe
Saya dan Jayanti teman sekamar. Kami ngekost di daerah Pramuka, dekat dengan kampus. Kost itu di bilangan Pramuka 17. Kost dua lantai yang punya banyak kenangan. Kami tinggal di kamar khusus untuk dua orang. Kamar itu baru dibangun dan beda dari yang lain. Awalnya ruangan yang akhirnya menjadi kamar itu adalah sebuah dapur. Karena menurut pemilik kost, dapurnya terlalu luas dan tidak banyak yang menggunakan. Alhasil, disulaplah ruangan itu menjadi sebuah kamar dengan dinding yang telah dihiasi keramik-keramik berwana biru. Jika ada yang pernah berkunjung kamar kost kami, pasti mengatakan seperti kamar mandi.
Malam itu hujan turun. Kamar kami bocor. Seperti biasa, kami menadah air yang menetes dengan sebuah ember. Lalu tidur diiringi tetesan air di dalam kamar. Paginya, suara tetesan itu masih terdengar, tapi masih saya dan Jayanti abaikan. Hari itu kawasan Pramuka, dan di luar kost sudah terlihat genangan air. Lagi-lagi banjir.
Pagi itu saya sedang terburu-buru karena akan mengurus beasiswa dengan Kak Riko. Saya duduk di lantai mempersiapkan beberapa berkas. Ketika saya berdiri dan ingin mengambil sesuatu dari kotak yang terletak di dekat lemari milik Jayanti, beberapa binatang tak berkaki, berukuran kecil, berwarna putih menggeliat-geliat di sekitar situ.
"Aaaaa... Ih, ih, apa tuh? Yan, Yan, belatung Yan," kataku sambil berteriak-teriak.
"Haahh... Haahh??" Jayanti kebingungan.
"Gimana nih? Gimana nih? Kok bisa? Dari atas situ ya?" tanyaku.
"Pantas aja suara netesnya gak berhenti, ternyata yang netes belatung," Jayanti ngomong sambil bergidik geli.
"Hiii... Hiii..."
"Kasih tau ayah," suruh Jayanti memberi tahu bapak pemilik kost.
"Iya lah yuk kasih tau"
Kami pun memberi tahu ayah. Tapi ayah masih ada pekerjaan lain. Kami harus menunggu. Saya juga sudah harus pergi bersama Kak Riko. Dan Jayanti, dia mengungsi ke kamar Ningsih.
Keadaan kamar kami porak poranda. Belatung semakin banyak menghujani kamar kost itu. Belatung-belatung itu jatuh dari satu titik plafon, lalu mereka merayap-rayap ke semua sudut kamar kami.
Saat saya kembali ke kost, ayah baru mau beraksi. Ayah memakai helm, membawa semprotan pembasmi serangga dan kantong plastik. Entah apa alasannya ayah menggunakan helm, seharusnya dia menggunakan masker kan? Ayah naik ke atas plafon dengan tangga. Katanya di atas plafon itu ada bangkai tikus yang sudah membusuk. Dengan cekatan, ayah mengeksekusi bangkai tikus penyebab hujan belatung di kamar saya dan Jayanti.
Ningsih yang melihat peristiwa itu pun heran, tapi dia juga tertawa.
"Bisanya kamar kalian dihujanin belatung. Hahahahahaa"
"Itulah. Ada bangkai tikus lagi di atas tu. Tapi gak ada bau bangkai kok dari kemaren. Aneh," kataku.
Selama semalam kami pun tidur di kamar Ningsih. Kamar korban hujan belatung itu kami esolasi. Sebelum keluar dari kamar itu, seluruh sudut ruangan, bahkan titik tempat belatung itu berjatuhan saya semprot dengan pembasmi serangga. Keesokan harinya, saat saya membuka kamar, belatung-belatung tersebut telah berubah warna menjadi coklat. Mereka mati dan mengering. Yah, waktunya membersihkan kamar.
Saya dan Jayanti teman sekamar. Kami ngekost di daerah Pramuka, dekat dengan kampus. Kost itu di bilangan Pramuka 17. Kost dua lantai yang punya banyak kenangan. Kami tinggal di kamar khusus untuk dua orang. Kamar itu baru dibangun dan beda dari yang lain. Awalnya ruangan yang akhirnya menjadi kamar itu adalah sebuah dapur. Karena menurut pemilik kost, dapurnya terlalu luas dan tidak banyak yang menggunakan. Alhasil, disulaplah ruangan itu menjadi sebuah kamar dengan dinding yang telah dihiasi keramik-keramik berwana biru. Jika ada yang pernah berkunjung kamar kost kami, pasti mengatakan seperti kamar mandi.
***
Malam itu hujan turun. Kamar kami bocor. Seperti biasa, kami menadah air yang menetes dengan sebuah ember. Lalu tidur diiringi tetesan air di dalam kamar. Paginya, suara tetesan itu masih terdengar, tapi masih saya dan Jayanti abaikan. Hari itu kawasan Pramuka, dan di luar kost sudah terlihat genangan air. Lagi-lagi banjir.
Pagi itu saya sedang terburu-buru karena akan mengurus beasiswa dengan Kak Riko. Saya duduk di lantai mempersiapkan beberapa berkas. Ketika saya berdiri dan ingin mengambil sesuatu dari kotak yang terletak di dekat lemari milik Jayanti, beberapa binatang tak berkaki, berukuran kecil, berwarna putih menggeliat-geliat di sekitar situ.
"Aaaaa... Ih, ih, apa tuh? Yan, Yan, belatung Yan," kataku sambil berteriak-teriak.
"Haahh... Haahh??" Jayanti kebingungan.
"Gimana nih? Gimana nih? Kok bisa? Dari atas situ ya?" tanyaku.
"Pantas aja suara netesnya gak berhenti, ternyata yang netes belatung," Jayanti ngomong sambil bergidik geli.
"Hiii... Hiii..."
"Kasih tau ayah," suruh Jayanti memberi tahu bapak pemilik kost.
"Iya lah yuk kasih tau"
Kami pun memberi tahu ayah. Tapi ayah masih ada pekerjaan lain. Kami harus menunggu. Saya juga sudah harus pergi bersama Kak Riko. Dan Jayanti, dia mengungsi ke kamar Ningsih.
Keadaan kamar kami porak poranda. Belatung semakin banyak menghujani kamar kost itu. Belatung-belatung itu jatuh dari satu titik plafon, lalu mereka merayap-rayap ke semua sudut kamar kami.
***
Saat saya kembali ke kost, ayah baru mau beraksi. Ayah memakai helm, membawa semprotan pembasmi serangga dan kantong plastik. Entah apa alasannya ayah menggunakan helm, seharusnya dia menggunakan masker kan? Ayah naik ke atas plafon dengan tangga. Katanya di atas plafon itu ada bangkai tikus yang sudah membusuk. Dengan cekatan, ayah mengeksekusi bangkai tikus penyebab hujan belatung di kamar saya dan Jayanti.
Ningsih yang melihat peristiwa itu pun heran, tapi dia juga tertawa.
"Bisanya kamar kalian dihujanin belatung. Hahahahahaa"
"Itulah. Ada bangkai tikus lagi di atas tu. Tapi gak ada bau bangkai kok dari kemaren. Aneh," kataku.
Selama semalam kami pun tidur di kamar Ningsih. Kamar korban hujan belatung itu kami esolasi. Sebelum keluar dari kamar itu, seluruh sudut ruangan, bahkan titik tempat belatung itu berjatuhan saya semprot dengan pembasmi serangga. Keesokan harinya, saat saya membuka kamar, belatung-belatung tersebut telah berubah warna menjadi coklat. Mereka mati dan mengering. Yah, waktunya membersihkan kamar.
Komentar
Posting Komentar