Langsung ke konten utama

Dua Bulan Terlewati (Part II)

Pagi di hari Minggu, setelah malam keputusan Bowo membawaku pada perasaan "sok kuat", padahal rapuh. Saya screenshots percakapan terakhir dengan Bowo, lalu saya kirim ke Andini dan Vivi. Andini lalu menelepon, saya hanya tertawa.

"Kok bisa sih. Baru aja tadi malam diomongin Al, Al.. Bisanya," ujarnya tak percaya.

"Hahahaha... Entahlah. Mungkin sudah lelah," jawab saya sambil tertawa membayangkan lagi kejadian semalam. Sungguh konyol. Tak bisa lagi diungkapkan bagaimana rasanya.

Saya tetap harus bekerja pagi itu. Semakin harus fokus bekerja dengan kabar menghebohkan di pagi hari. Teror bom di Surabaya. Saya pergi ke kantor pukul 8 pagi, jadwal piket saya hari itu sampai pukul 4 sore. Di kantor, saya kira ada lagi wartawan-wartawan lain yang iseng datang. Tapi saya sadar, "oh, iya Minggu. Tidak banyak kepentingan di akhir pekan".

Saya duduk menghadap komputer, berusaha tidak dulu mengingat-ingat Bowo. Fokus, harus fokus. Setiap menit saya memantau berita teror bom Surabaya, jika ada kabar terbaru sesegera mungkin meng-updatenya di portal online Tribun Kaltim. Begitu juga dengan berita-berita lainnya. Jangan sampai, judul berita tertulis nama Bowo di sana. Tapi mendekati pukul 10, semakin saya merasa tak tahan menahan luka yang baru saja dibuatnya. Sendiri di kantor, sepi, semakin sakit rasanya.

Saya berpikir untuk kembali ke kost dan bekerja dari kost saja. Perasaan saat itu pun lapar, tapi membayangkan nasi masuk ke mulut saja rasanya tak kuasa. Hilang rasa lapar, hanya perasaan gelisah. Tapi saya tidak boleh seperti itu, harus ada energi. Ini bukan masalah tak bisa makan, ini kebutuhan tubuh. Lagi-lagi yang teringat pesan Bowo dulu saat saya malas makan.

"Makan itu bukan karena pengen gak pengen. Itu kebutuhan tubuh," katanya dulu.

Menuju kost, saya singgah ke Indomaret membeli roti dan setoples kurma. Setidaknya, energinya memenuhi. Kurma juga kaya protein dan glukosa kan? Cukuplah untuk menambah stamina bekerja sampai sore.

Tiba di kost, perasaanku malah kembali sedih. Saya menangis lagi. Bingung harus apa, karena benar-benar sendiri. Saya pun menge-chat Putri.

"Lagi di mana, Put?"

"Di rumah. Kenapa, Fi?"

"Bisa ke kost ku gak, Put?"

"Kamu kenapa?"

"Aku diputusin Bowo," membalas chat itu sambil menangis.

"Tunggu sebentar aku ke sana. Tapi aku gak bisa lama-lama, ya. Paling sampai jam 2 aja. Aku ada kegiatan," katanya.

Tak lama Putri pun datang. Herannya, setiap saya kenapa-kenapa, Putri pasti punya waktu luang. Bahkan, lebih sering lagi saat saya belum cerita, dia sudah akan mendatangi saya lebih dulu. Yang menjadikan, Putri sebagai orang pertama yang mengetahui cerita-cerita saya. Mungkin hati kami sudah tersinkronisasi.

Kehadiran Putri cukup menghiburku. Saya ceritakan kronologis kejadian semalam. Putri senyum-senyum saja. Sebenarnya, Putri pernah lebih menderita. Dia pernah mengalami perasaan yang sama. Ditinggal bekerja di luar kota oleh kekasihnya dan menjalani hubungan jarak jauh. Namun, hubungan tersebut tak bertahan. Menjelang tiga tahun hubungan mereka, Putri diputusin tanpa alasan yang jelas. Kami berasumsi kekasihnya punya hubungan dengan wanita lain di sana, karena sempat beredar fotonya bersama wanita lain.

Putri menyuruh saya menangis sepuasnya, jangan ditahan, jangan dipendam, keluarkan saja. Menangis saya dipangkuannya dengan wajah dibenamkan di atas bantal. Dielus-elusnya punggung dan pundakku sampai akhirnya saya tenang.

"Aku ngerti kok rasanya. Puas-puasin aja nangisnya. Gak papa," kata Putri.

"Tapi gak ada alasannya, Put. Kami gak ada masalah" kataku.

"Iya, dulu juga aku gak ada masalah. Terus dia sengaja nyari-nyari masalah yang kamu tau sendiri lah sudah ceritanya"

"Hmm... Iya. Parah sih. Bang Bobby sama Bowo junior senior kan, Put. Cowok jurusan mereka kejam-kejam, ya. Hehehe," kataku mulai bercanda.

"Iya, ya... Kejam, ya". Putri juga tertawa.

Tak bisa lama-lama, Putri pamit pulang. Dia ada kegiatan dengan komunitas mengajar. Begitulah Putri menjalani hari-harinya. Selain bekerja, dia aktif di komunitas mengajar untuk mengisi waktu luang. Katanya biar tidak terus-menerus galau harus punya banyak kegiatan. Putri yang saya kenal dulu sering kali pesimis, tapi pola berpikir itu mulai diubahnya. Dia menjadi wanita yang selalu berpikir positif.

"Kamu jangan lupa makan. Jangan sampai gak makan," pesannya sebelum pulang.

Perasaan saya mulai lega, tapi saya hanya bisa menyantap kurma. Belum ada daya untuk makan lebih banyak. Kurma juga sehat kok.

***

Selesai pekerjaan saya sore itu. Teman saya yang lain menghubungi. Namanya Fatima. Dia mengajak saya ke kostnya. Kebetulan sekali, saya tidak ingin sendirian.

Sebelum ke kostnya, saya menceritakan bagaimana keadaan saya saat itu.

"Aku memang butuh teman ini"

"Kenapa kamu? Kita masak-masak yok, Fi" ajaknya.

Kebetulan saya memang harus banyak beraktivitas.

Fatima baru saja pindah kost. Kost yang kamarnya lebih luas untuk berdua. Iya, Fatima sudah menikah, tapi suaminya di Samarinda. Sementara ia bekerja di Balikpapan. Pertama kali kenal Fatima saat saya meliput acara Jak Cloth di Samarinda. Kekasihnya, yang kini menjadi suaminya mengisi acara musik saat itu. Sejak dia menjadi narasumberku, kami akhirnya akrab dan suka nongkrong bareng di Balikpapan.

Sampai di kostnya, Fatima menyambutku.

"Hai, Alfi. Kamu kenapa tuh?"

"Kenapa? Gak kenapa-kenapa," kataku.

"Apanya yang gak kenapa-kenapa. Mukamu kaya zombie gitu. Mata bengkak. Hahaha... Ayok, masuk-masuk," perhatian sih, tapi ngolok banget.

Dibercandain oleh Fatima buat saya tertawa. Dia kasih saya coklatnya yang masih ada di dalam kulkas.

"Nih, coklat, Fi. Biar gak galau lagi. Nih, ada juga nastar. Habisin aja"

"Iya, kita masak-masak juga kan nih. Anti kurus-kurus deh aku pokoknya. Biar galau, tetap harus makan," saya juga membawa kurma yang saya beli tadi.











Di kost Fatima, kami pun bereksperimen memasak nasi goreng menggunakan magic jar. Bahan-bahannya sederhana, hanya wortel, buncis, jagung, beras, dan bumbu racik nasi goreng yang dimasak jadi satu dalam magic jar. Kami juga menambahkan garam dan gula. Rasanya? Lumayan lah. Tidak buruk-buruk amat. Mungkin jika ditambahkan ayam dan bawang goreng lebih nikmat.

Eksperimen itu saya unggah ke Instagram Story saya. Tanpa diduga, Bowo mengomentari.





















"Kok bisa?" tanyanya.

Rasanya saat itu ingin membalas dengan baik-baik saja. Tapi Fatima menyarankan untuk membalas lebih jutek.

Jadi saya membalas, "ya bisalah. Diputusin tiba-tiba aja bisa".

Setelah itu tidak ada lagi balasannya.

Tidak lama kemudian, saat saya sedang asyik ngobrol dengan Fatima, Bowo menelepon.

"Halo, lagi di mana?"

"Di kost Fatima. Kenapa?"

"Kamu sehat-sehat aja kah?"

"Iya, sehat. Kamu lagi di mana?"

"Biasa"

"Oh.. Eh, Selasa aku balik ke Samarinda"

"Ku jemput kah?"

"Masih mau?"

"Banyak kerjaan sih. Ya udah. Aku lagi di kamar mandi nih. Aku tutup gak pakai salam ya"

"Oh, iya. Assalamu'alaikum".

Terputus.

***

Malam itu di kost Fatima, saya merasa lebih tenang. Saya merasa dihargai oleh orang-orang di sekeliling saya. Tak henti-hentinya, dalam hati saya mengucap syukur dengan semua perhatian teman-teman saya.

Saya mulai berpikir positif untuk ketidakadilan ini. Tak baik rasanya berangsur-angsur merasa patah hati. Perasaan kecewa itu datangnya dari pikiran. Pikiran kita yang membawa pada kenangan. Hal-hal romantis, kebiasaan saat bersama. Padahal, tahu kah kalian patah yang lebih patah? Kalau kita tak mampu bersyukur.

Saya belajar mensyukuri pria itu mengakhirnya. Selain saya berterima kasih atas kebaikan-kebaikannya, meminta maaf atas kesalahan-kesalahan saya. Saya juga bersyukur, setidaknya keturunan saya nanti tidak mewarisi tabiatnya. Sifat pengecut dan lemahnya dia. Syukurlah...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROLOG

Bismillah... Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pertama-tama saya mengucapkan rasa syukur masih mengingat email dan password blog ini, sebab sudah lama sekali meninggalkan dunia blogger. Beberapa platform serupa blogger pun telah banyak bermunculan, seperti tumblr yang terakhir kali eksis meskipun diblokir beberapa bulan lalu. Kedua, sebenarnya saya malu membuka kembali blog ini. Tapi dengan berbagai pertimbangan yang telah disepakati dengan seorang kawan, saya rela membongkar lagi aib di masa lalu. Sedikit saya menceritakan, blog ini telah menemani saya sejak kelas 3 SMP. Saat itu masih tahun 2009. Di usia yang masih belia, memiliki blog seperti ini rasanya sudah tergolong jenius. Dari prosesnya membuat email , dan lihat saja alamat emailku begitu berkarakter, menunjukkan siapa idolaku dulu. Lalu membuat halaman web gratis ini masih di warnet. Copy-paste HTML untuk temanya. Kemudian mempercantik halaman dengan berbagai alat seperti jam, kalender, gliter, dan yang paling

Pikiran Kosong

Sering kali diam. Sering kali tak terlihat ingin belas kasih. Sering kali tenggelam sendiri dalam pikiran-pikiran bijak. "Aku mampu. Aku bisa," kata hati. Hidupku sulit. Hidupku rumit. Semoga kau menerima.

Doa Driver Go-Jek, Menuju Halal

"Menuju halal", dua kata favorit akhir-akhir ini. Mungkin juga menjadi harapan beberapa pasangan untuk segera menyempurnakan hubungan mereka dengan ikatan pernikahan. Postingan di blog ini pun beberapa hari terputus sebab angan menuju halal ini terjadi pada saya. Di sela-sela membaca sebuah buku yang ingin saya katamkan, seorang pria di seberang sana kerap menelepon. Membuat saya berpikir keras. Siapa dia? Nanti sajalah saya ceritakan. Saya hanya ingin bercerita sesuatu yang sedikit lebih santai. *** Seperti biasanya, setelah dua pekan di Rabu sore, saya kembali ke Samarinda. Hari Kamis saya libur kerja. Tepat tanggal 1 Agustus, jadwal saya pulang. Dari kost, saya memesan Go-Jek untuk mengantarkan saya menuju terminal. Seorang bapak dengan pakaian casual menunggangi motor Vixion datang menjemput. Menuju terminal Batu Ampar Balikpapan, di atas motor merahnya, bapak driver ojek online (ojol) ini sedikit banyak mengajak saya ngobrol. "Kuliah mbak?" tanyanya.

Hujan Belatung

Atap rumah bocor lalu air menetes saat hujan deras pasti sudah biasa. Tapi bagaimana jika yang menetes dari atap ke lantai adalah belatung? Peristiwa ini pernah saya alami saat masih menjadi anak kost di Samarinda. Saya ngekost bersama Jayanti, karena sama-sama dari Tarakan. Kami juga sudah bersahabat sejak lama. Dari SMP. Iya, geng CS2G. Hehehe Saya dan Jayanti teman sekamar. Kami ngekost di daerah Pramuka, dekat dengan kampus. Kost itu di bilangan Pramuka 17. Kost dua lantai yang punya banyak kenangan. Kami tinggal di kamar khusus untuk dua orang. Kamar itu baru dibangun dan beda dari yang lain. Awalnya ruangan yang akhirnya menjadi kamar itu adalah sebuah dapur. Karena menurut pemilik kost, dapurnya terlalu luas dan tidak banyak yang menggunakan. Alhasil, disulaplah ruangan itu menjadi sebuah kamar dengan dinding yang telah dihiasi keramik-keramik berwana biru. Jika ada yang pernah berkunjung kamar kost kami, pasti mengatakan seperti kamar mandi. *** Malam itu hujan turun. Ka

Satu Hari Yang Melelahkan

Sabtu, 12 September 2009 adalah hari dimana kegiatan terasa menyenangkan buat Q. Karena pada hari sebelumnya, Jum'at,11 September 2009 pengumuman penyaringan TIM Website diumumkan dan aQ akhirnya bisa lolos juga. Setelah apa yang aQ alami sebelumnya, di tes pertama aQ gagal, tapi kobar semangat Q tak membuatku menyerah ! aQ tetap berusaha dengan menjadi Maganger . (Ciaa,eLLahhh... Kata-katanya tuch bhe !! ^^) Jadi, untuk yang terpilih menjadi TIM Website yang di beri nama " We PiaRCy" (Website Programing Revolution Communuty) akan mengikuti piknik bukan sekedar piknik, tapi juga belajar ke Amal dan dilanjutkan dengan buka bersama di Lab.Komputer SMA N 1 Tarakan . Dengan membayar 20 ribu per orang (tidak membawa kendaraan) dan 15 ribu per orang (bawa kendaraan) sangat puas rasanya. Ditambah lagi berkumpul dengan orang-orang yang menurutQ super asik. Pukul 14.30 kami sudah bersiap di sekolah untuk pergi ke Amal. Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, aQ yang dibo