Langsung ke konten utama

Mensyukuri Penderitaan

Apa yang bisa membuatmu memaknai hidup? Uang? Pasangan? Pasangan yang punya uang? Bukan! Ada yang lebih berharga untuk dihargai lebih dari materi. Penderitaan.

Ketika kita menginjakkan kaki di bumi, sudah ada janji yang telah disepakati dengan Sang Pencipta. Jika kesepakatan itu kita tolak, tidak akan kita terlahir di dunia ini. Itulah yang dinamakan takdir. Tapi takdir tidak serta merta melaksanakan tugasnya jika kita tidak memilih jalan mana yang ingin dilalui. Setelah memilih, takdir akan mengikuti.

Saya memilih untuk bekerja di Balikpapan. Jauh dari rumah, jauh dari keluarga. Saya kurang yakin, apakah jarak antara Samarinda dan Balikpapan masih bisa disebut merantau. Tapi di sini, saya hidup lebih mandiri. Saya ngekost, berhemat, menangani masalah keuangan sendiri. Takdirnya, hidup di Balikpapan itu berat. Makanan serba mahal. Sesekali saya bisa makan enak dari satu rumah makan ke rumah makan yang lain. Nongkrong dari satu kafe ke kafe yang lain. Tapi tidak melulu seperti itu. Ada kalanya pengeluaran mendadak dilakukan, entah motor butuh dimanjakan, entah saya sakit. Lalu penghematan secara besar-besaran pun harus dilaksanakan.

***

Suatu malam, ketika keuangan menipis, saya hanya makan sekali saja dalam sehari. Biasanya saya sudah menyetok mie instan, pop mie, dan roti untuk di makan selang-seling. Semisal saya makan roti untuk sarapan, malamnya saya membeli nasi goreng seharga 15 ribu. Nasi goreng itu saya bagi dua, dimakan malam itu juga, dan untuk makan keesokan harinya. Berarti malamnya, saya makan roti atau mie instan.

Jika sudah bosan dengan siklus makan seperti itu, saya masak nasi sendiri. Lauknya beli di luar. Paling sering sih fried chicken, karena paling murah. Malah demi tidak menarik sisa uang di ATM, dengan uang receh saya beli pentol bakar untuk teman menyantap nasi. Begitulah sedikit gambaran kehidupan merantau saya.

Suatu ketika saya bersama Putri di Samarinda. Putri asal Balikpapan, dulu dia kuliah di Samarinda. So, dia pun pernah mengalami pahitnya menjadi anak rantau. Putri menyempatkan jalan-jalan ke Samarinda. Kami janjian untuk ngumpul dan makan bareng Ratna dan Fahri. Sebelum ke lokasi, kami menuju Tepian mencari pedagang Tahu Gunting. Camilan ini selalu kami beli saat zaman kuliah, dan dinikmati di Tepian Mahakam. Sebab membeli Tahu Gunting, Putri bercerita.

"Ya Allah... Kangennya aku makan Tahu Gunting"

"Syukurlah kan ke sini dulu," kataku sambil membuat Instastory.

"Gak bakal kulupakan. Tahu Gunting ini pernah jadi laukku makan pakai nasi. Huuu... Sedih nasib anak kost," ujarnya sambil tertawa dan menirukan suara tangis.

"Seriusan Put? Kok aku baru tau kalau soal ini?"

"Hahahahaa.. Buat dikenang-kenang sendiri aja," katanya masih sambil tertawa dan membuat Instastory.

Cerita yang saya tahu tentang Putri ketika ngekost dulu hanya tentang nasi tumpah. Katanya waktu itu dia memasak nasi sendiri. Entah seaktif apa tangannya, nasi di atas piringnya tumpah ke lantai kamarnya. Putri memunguti nasinya sambil menangis, dan tetap memakannya.

Padahal jika dia bilang, rumah saya di Samarinda selalu terbuka lebar untuk teman-teman saya. Tapi dia memilih untuk bertahan sendiri. Begitu pun saya ketika berada di Balikpapan. Segala penderitaan, sesederhana apapun itu, bersyukurlah ketika masih diberi kecukupan. Melalui penderitaan, ketika bisa menikmati lebih, jangan lupa bersyukur. Itu saja.

Akhir kata, saya akan mengutip kalimat seseorang yang pernah dia sampaikan di Pantai Lamaru, menikmati angin pantai dan deruan ombak, dimanjakan alam.

"Hidup prihatin itu perlu. Biar tau rasanya berjuang," katanya.

Salam hangat...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROLOG

Bismillah... Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pertama-tama saya mengucapkan rasa syukur masih mengingat email dan password blog ini, sebab sudah lama sekali meninggalkan dunia blogger. Beberapa platform serupa blogger pun telah banyak bermunculan, seperti tumblr yang terakhir kali eksis meskipun diblokir beberapa bulan lalu. Kedua, sebenarnya saya malu membuka kembali blog ini. Tapi dengan berbagai pertimbangan yang telah disepakati dengan seorang kawan, saya rela membongkar lagi aib di masa lalu. Sedikit saya menceritakan, blog ini telah menemani saya sejak kelas 3 SMP. Saat itu masih tahun 2009. Di usia yang masih belia, memiliki blog seperti ini rasanya sudah tergolong jenius. Dari prosesnya membuat email , dan lihat saja alamat emailku begitu berkarakter, menunjukkan siapa idolaku dulu. Lalu membuat halaman web gratis ini masih di warnet. Copy-paste HTML untuk temanya. Kemudian mempercantik halaman dengan berbagai alat seperti jam, kalender, gliter, dan yang paling

Pikiran Kosong

Sering kali diam. Sering kali tak terlihat ingin belas kasih. Sering kali tenggelam sendiri dalam pikiran-pikiran bijak. "Aku mampu. Aku bisa," kata hati. Hidupku sulit. Hidupku rumit. Semoga kau menerima.

Doa Driver Go-Jek, Menuju Halal

"Menuju halal", dua kata favorit akhir-akhir ini. Mungkin juga menjadi harapan beberapa pasangan untuk segera menyempurnakan hubungan mereka dengan ikatan pernikahan. Postingan di blog ini pun beberapa hari terputus sebab angan menuju halal ini terjadi pada saya. Di sela-sela membaca sebuah buku yang ingin saya katamkan, seorang pria di seberang sana kerap menelepon. Membuat saya berpikir keras. Siapa dia? Nanti sajalah saya ceritakan. Saya hanya ingin bercerita sesuatu yang sedikit lebih santai. *** Seperti biasanya, setelah dua pekan di Rabu sore, saya kembali ke Samarinda. Hari Kamis saya libur kerja. Tepat tanggal 1 Agustus, jadwal saya pulang. Dari kost, saya memesan Go-Jek untuk mengantarkan saya menuju terminal. Seorang bapak dengan pakaian casual menunggangi motor Vixion datang menjemput. Menuju terminal Batu Ampar Balikpapan, di atas motor merahnya, bapak driver ojek online (ojol) ini sedikit banyak mengajak saya ngobrol. "Kuliah mbak?" tanyanya.

Hujan Belatung

Atap rumah bocor lalu air menetes saat hujan deras pasti sudah biasa. Tapi bagaimana jika yang menetes dari atap ke lantai adalah belatung? Peristiwa ini pernah saya alami saat masih menjadi anak kost di Samarinda. Saya ngekost bersama Jayanti, karena sama-sama dari Tarakan. Kami juga sudah bersahabat sejak lama. Dari SMP. Iya, geng CS2G. Hehehe Saya dan Jayanti teman sekamar. Kami ngekost di daerah Pramuka, dekat dengan kampus. Kost itu di bilangan Pramuka 17. Kost dua lantai yang punya banyak kenangan. Kami tinggal di kamar khusus untuk dua orang. Kamar itu baru dibangun dan beda dari yang lain. Awalnya ruangan yang akhirnya menjadi kamar itu adalah sebuah dapur. Karena menurut pemilik kost, dapurnya terlalu luas dan tidak banyak yang menggunakan. Alhasil, disulaplah ruangan itu menjadi sebuah kamar dengan dinding yang telah dihiasi keramik-keramik berwana biru. Jika ada yang pernah berkunjung kamar kost kami, pasti mengatakan seperti kamar mandi. *** Malam itu hujan turun. Ka

Satu Hari Yang Melelahkan

Sabtu, 12 September 2009 adalah hari dimana kegiatan terasa menyenangkan buat Q. Karena pada hari sebelumnya, Jum'at,11 September 2009 pengumuman penyaringan TIM Website diumumkan dan aQ akhirnya bisa lolos juga. Setelah apa yang aQ alami sebelumnya, di tes pertama aQ gagal, tapi kobar semangat Q tak membuatku menyerah ! aQ tetap berusaha dengan menjadi Maganger . (Ciaa,eLLahhh... Kata-katanya tuch bhe !! ^^) Jadi, untuk yang terpilih menjadi TIM Website yang di beri nama " We PiaRCy" (Website Programing Revolution Communuty) akan mengikuti piknik bukan sekedar piknik, tapi juga belajar ke Amal dan dilanjutkan dengan buka bersama di Lab.Komputer SMA N 1 Tarakan . Dengan membayar 20 ribu per orang (tidak membawa kendaraan) dan 15 ribu per orang (bawa kendaraan) sangat puas rasanya. Ditambah lagi berkumpul dengan orang-orang yang menurutQ super asik. Pukul 14.30 kami sudah bersiap di sekolah untuk pergi ke Amal. Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, aQ yang dibo